Senin, 30 Januari 2012

hari 18: pintu kayu kamarmu

Kamu sudah bangun?
Atau masih sembunyi di dalam selimut menunggu ketuk jariku pada pintu kamarmu?
Ketuk setiap pukul tujuh pagi,
ketuk ribut yang membuatmu menggerutu dan dengan mata mengantuk dan rambut acak acakan membuka kunci pintumu,
dan aku selalu tertawa melihatmu mengomel dan kembali tidur di kasur,
ya, kamu selalu menyebalkan setiap pagi,
tapi manis luar biasa setelahnya.

Aku masih menyusuri jalan menuju tempat tinggalmu.
Mampir membeli roti roti panas, meletakkannya dalam keranjang dan melanjutkan perjalanan.
Aku harap kamu sudah rapi sekarang, dengan kemeja flanelmu, membukakan pintu bahkan sebelum aku mengetuk, lalu kamu mengomel bahwa sudah menungguku lama; seperti apa yang kuucapkan tiap pagi.
Menaiki tangga hijau, dan taman bunga kecil, lalu menyusuri lorong menuju kamarmu.
"Tok..Tok"

Ah, mana mungkin yang aku bayangkan benar, aku benar benar tau kamu tidak akan bangun pagi tanpa ada yang membangunkan.
Entahlah, terkadang aku lebih suka menggaggu tidurmu dengan terus terusan mengetuk pintumu hingga sepuluh menit ke depan, ah tapi sudahlah, aku mau kamu terkejut melihatku tidak menyebalkan pada pagimu, aku akan duduk di meja kayu di sudut ruangan, menyusun roti roti ini, membuat kopi kesukaan kita, dan duduk menunggu hingga kamu terbangun.
Ah bahkan pipiku sudah bersampul merah jambu seperti dress bunga yang aku kenakan.

Aku merogoh kunci dari sakuku.
Kunci yang setelah bertahun tahun ini akhirnya kau serahkan padaku,
yang membuatku luar biasa girang,
bukankah kamu menyuruhku menaiki satu tangga lebih dekat padamu?
masuk dalam kehidupanmu?

Aku membuka pintumu,
masih berantakan seperti setiap pagi yang aku tahu,
hanya........... tidak ada kamu,
tidak ada lelaki tinggi dengan rambut ikal acak acakan meringkuk diatas kasur.
aku berkeliling dan tidak ada tanda tanda keberadaanmu.
hanya secarik kertas coklat yang ditempelkan di kulkas dengan hiasan berbentuk cemara,
"aku ada urusan"
hanya tiga kata.
dan aku tahu tidak ada yang seperti ini selama bulan bulan belakangan.
aku menyusun roti, dan membuat kopi seperti akan ada sarapan bersama layaknya setiap pagi.
lalu keluar, mengunci kamarmu, dan pulang dengan hati menunggu esok pagi.
dan esok adalah pintu yang terkunci untukku.
nyata yang menuntut sekeranjang ikhlas bahwa pintu ini yang membatasi kita.
aku memutar kunciku berkali kali dan pintu tidak juga terbuka.
ketukku hingga lima belas menit tidak mungkin tidak membangunkanmu.
dan seminggu berlalu, dengan sekeranjang roti yang ku taruh di depan pintu kamarmu menjelaskan semuanya.
bahwa tak selamanya, lelaki menyuruhmu benar benar masuk, bahkan saat ia menyerahkan kunci hidupnya di genggam tanganmu. kamu tidak pernah membuka pintu lagi.
bahkan untuk hati yang terlanjur jatuh, sedari kita masih sama sama duduk di bangku sekolah dasar.
tanpa penjelasan



untuk cinta masa kecil, yang tak lagi kecil lagi,
berubah besar, dan menyakitkan.

1 komentar:

  1. "bahwa tak selamanya, lelaki menyuruhmu benar benar masuk, bahkan saat ia menyerahkan kunci hidupnya di genggam tanganmu" suka sekali kata-katanya :')
    salam kenal yaa.

    BalasHapus