Kamis, 19 Januari 2012

hari 6: dialog imajiner

kata seorang teman yang membaca tulisan tulisan ku,

"dilihat dari tulisanmu, kayanya ada sepotong hati yang ketinggalan ya disana?"

celetukan bercandaan yang diikuti tawa kecil.

ah, pertanyaan yang juga spontan aku jawab ngelantur.
diikuti diam.

diam yang panjang, lalu dialog dengan diri sendiri.
memungut jujur yang bersembunyi terlalu jauh dalam badanku.
entah mengapa, ego dan pencitraan yang selalu menekannya semakin jauh mengisi tepi tepi tak terjangkau dari hatiku.
jujur yang semakin tak terdengar, dan tak terbaca dengan kepekaan yang menipis,
lalu setelah dialog lama ini ia perlahan lahan keluar,
jujur menceritakan hati yang lama tak kusapa dengan obrolan seperti ini,
ah sepertinya aku mulai menjadi pemilik raga yang sombong,
ia duduk dan menyeruput teh melatinya,
mulai bercerita dengan aku yang menatapnya tak sabaran,
lalu yang terdengar hanya helaan nafas,
bukan jawaban yang aku harapkan dari perbincangaan ini,
lalu ia menatap dalam, dan aku gelisah sambil mengalihkan gugup dengan mempererat cengkramku pada cangkir keramik putih dipangkuanku,
meminum kafein yang hampir habis di cangkirku,
"coba pejamkan matamu, istirahatkan otakmu, kamu terlalu serius belakangan ini, hingga tak pernah lagi mau mendengar suaraku."
mataku memejam,
mengikuti jujur yang memulai ceritanya, cerita yang tak pernah (sempat) aku dengar.


lama dan lalu ia beranjak pergi dari duduknya,
hilang begitu saja menyisakan aku yang mulai membuka mata.



ah,
mungkin memang ada hati yang tertinggal disana,
di pekanbaru atau di solo atau entah dimana,
ada hati yang perlu dibereskan,
diangkut bersama kardus kardus barangku kesini,
ke kota baru,
memulai hari baru dengan hati yang baru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar