Minggu, 29 Juli 2012

awan dan harap


aku melukis awan pada dinding kamarku.
menempelkan harap pada permukaannya.
berharap tuhan cepat merengkuhnya, menjadikannya nyata seperti babak kedua kita, tuan.
*smile*

Sabtu, 28 Juli 2012

ilusi dan gadis bulan

aku berjalan linglung. kakiku sudah berdarah tergesek permukaan bulan. ia meninggalkan jejak merah di setapak di belakangku, dengan harap cemas akan ada sepasang kaki lain mengikut di belakang sepasang kaki lukaku, bersedia menuang jejak luka merah yang sama di atas bulan yang sama, lelaki itu.
nafasku hampir habis digerogoti atmosfer bulan. setapakku masih menjejak merah sendiri. bulan ini semakin kotor, dengan aku dan setapak merah lukaku berputar diatasnya, mencari lelaki itu, dengan benang luka yang aku tinggal di setapak bulan ini, menunggunya merajut benang ini menjadi luka yang lebih besar untuk dikenakan bersama sama. darahku sudah mengalir habis mengisi lubang lubang bulan, ia kekal bersama tungguku. dan lelaki itu yang tak juga bisa ditunggu.

tunggu!

mataku sudah gelap, hanya bisa mengerjap, mencari suara yang terpantul mendekat.
lelaki itu, ya, lelaki itu.

aku tidak pernah sudi datang untuk menyambung jejak kaki berdarahmu pada setapak bulan, karna aku datang bukan untuk merajut luka bersama sama.
ikutlah aku, tidak ada lagi kasar bulan yang membuatmu berdarah lebih luka. masih banyak tempat kita di semesta ini.
ikutlah aku, membalut luka dan bahagia.



aku terbangun.
bunga tidurku menguap dari kepala, mengisi nyata pada lelaki di hadapanku.
"Kamu bukan ilusi untuk mengobati lukaku kan, tuan?"
Lelaki itu diam, terbang, lalu hilang, bersama sadarku.
"Ah, ilusi lagi." dengusku.

Selasa, 24 Juli 2012

melepas


melepas. ikhlas.
mengobat sesak. mencari celah tanah untuk kembali berpijak.
gravitasimu sudah habis. aku lelah mengais bait bait andai yang menyanyikan tangis.

kupu kupu kita sudah ku lepas. sekarang mereka seperti kamu yang terbang bebas.
kupu kupu kita kupesan untuk terbang jauh. kamu pun jaga dirimu agar tak mudah jatuh.
kupu kupu kita kubekal cita. kekallah kamu dalam doaku yang dikirim senja.


hati hati, hati hati bawa hatimu pergi.

Minggu, 22 Juli 2012

segelas janji dan limun

kita saling mengutuk untuk tak pernah lagi menuang janji pada segelas limun, yang pada akhirnya kita tumpahkan karna tak lagi kuat pada sumpah yang terpantul jelas di bibir masing masing yang makin lama makin membunuh lidah kita dan menjalari kerongkongan kita yang mulai mengingkari.
kita saling mengutuk untuk tak pernah lagi menuang janji pada segelas limun, yang lalu tumpahannya mengalir dan merembes pada luka kita sendiri sendiri, menghukum dengan setiap tetesnya yang pedih, menagih setiap cuil janji pada waktu waktu terlampaui.

kita adalah enggan

kita adalah dua yang terikat.
saling bergandengan, tapi kaki kaki ini masih terkunci pada rerantai masa lampau, yang enggan terbuka.
kita adalah dua yang tak kunjung siap.
saling mengapit, tapi tak juga mau dipeluk janji untuk saling bertahan, pada hiruk pikuk semesta.
kita adalah dua yang rapuh.
saling mengirim rindu dari jauh, tapi tak juga kuat menahan reruntuh langit bernama asa.

kita adalah dua yang tak saling ikhlas, tak pernah ikhlas.
saling merapat dan berdoa untuk bersama, tapi tak pernah ikhlas untuk menoreh luka, bersama sama.


sambil mendengarkan Payung Teduh - Kita adalah sisa sisa keikhlasan yang tak diikhlaskan

Selasa, 17 Juli 2012

Draft

Rindu ini pecah menjadi sesak yang tak kunjung meledak
Hanya tergugu diam dan menghimpit rongga nafasku
Lalu rintik bola mata ini mengantar rindu ke paraduannya,
rindu yang membusuk karna terlalu pilu,
menjadi setumpuk doa yang tak kunjung terkirim kepadamu.

Sabtu, 14 Juli 2012

sepenggal

seorang wanita tergeletak kaku di trotoar jalan.

beberapa waktu lalu; wajahnya pucat. matanya kosong menatap gemintang di atasnya.
malam sudah terlalu tua dan menghitam, seperti bongkah hatinya yang mencuat dibalik dadanya yang sobek.
pipinya dimakan angin dingin, bibirnya melengkungkan separuh senyum, senyum datar yang hanya tuhan dan ia serta seorang pria diluar sana yang tahu artinya.
badannya kurus tersapu debu jalanan petang.
dibungkus selembar kain ia meredakan liar udara malam yang merasuki rongga tubuhnya.
tangannya saling memeluk, kuku kukunya kebiruan menahan dingin angin.
kakinya tak beralas merabai langsung kasarnya aspal jalanan, dan getar kendaraan lalu lalang.
ia duduk di trotoar jalan.
tepat di bawah lampu jalanan yang membentuk bayangannya terinjak injak pejalan yang lalu lalang.
ia merintih setiap bayangannya terlewat begitu saja diatas trotoar jalan oleh orang orang.
terlewat cepat seperti masa lalu yang tak diharapkan si empunya.
ia merintih.
    "apakah aku salah satu bayangan yang tidak kau harapkan?"
    "apakah aku salah satu masa lalu yang harusnya tak kau lalui dan menjadi lalu?"


wanita ini merintih.
udara semakin dingin. malam semakin buas. orang orang semakin cepat melalui trotoar dan menginjak injak
bayangannya di tanah aspal.
badannya terhuyung.
mulutnya merapal doa. lalu ia terjatuh begitu saja, tergeletak membiarkan lelah mengalahkan dirinya atas usahanya
menunggu seorang yang sedari tadi tak muncul barang sekejap.
    "aku ingin kau datang, menyaksikan tubuhku biru menunggumu mengampuni masa lalumu."
    "aku hanya ingin diampuni, sebagai masa lalumu."
------

sementara itu,
seorang wanita keluar dari sudut gelap malam. ia sudah berjam jam menunggu dan tubuhnya hampir beku digerogoti angin malam.
ia berlari menuju trotoar di sebrang jalan setelah memastikan seorang terbunuh pilu disana. ia mengamati wanita yang sedari tadi dia amati,
dari semak tergelap yang dimiliki malam untuk menyembunyikannya.
wanita ini tersenyum getir.
    "aku mengampunimu, masa laluku."
sertamerta beban di pundaknya mencair.
perlahan ia membalut bongkah hati menghitam pada jasad di sampingnya.
tak lama badannya terhuyung,
ia terlalu lelah bertarung dengan waktu, menunggu. menunggu masa lalunya mati terbunuh sesal dan kesia siaan seperti ia dulu.
ia merapal doa,
lalu jatuh di samping masa lalunya, yang sudah menjadi mayat, mati karna menyesal menjadi riwayat.


disitu, seorang wanita tergeletak kaku di trotoar jalan.

 "kita adalah langit yang terpotong potong menjadi hujan.
saling menyepi dan jatuh menyendiri pada hilir sungai yang mengarah pada masing masing takdir."

tersesat

kita adalah sepasang kesepian yang lupa jalan pulang.
tersesat diantara hutan resah dan semak ketidak jelasan.
kehilangan arah menuju setapak pulang bersama.
meniadakan lelah dan sibuk dengan luka masing masing.
menikmati kehilangan dengan berjalan menyusur dingin sendiri sendiri.







"aku lelah,
ingatkah kau cara menggandengku? membawa kita pada sebuah kepulangan?"

Senin, 09 Juli 2012





"Kalau aku juga mengecap luka dan peluh yang sama, lalu apa yang kamu takutkan?"















"Jangan bercerita tentang langit luas, jika membagi sepotong langitmu saja kau ragu, tuan."
"Kita adalah sepasang yang tak sadar. Kamu tak sadar akan aku dan segala usahaku. Aku tak sadar terlalu jatuh

dan memberikan semua jantungku."
"Waktu dan jarak bersahabat dan berkonspirasi dengan semesta pada kita. Tidak ada yang sulit selain ketakutanmu, tuan."
"Tak perlu takut akan deras rintik dua pupilku. Mereka lebih suka merayakan rasa kasihan pada aku.

Karena aku terlalu
cinta aku untuk tertelan sebuah sia pada acuhmu."
"Lelah ini jatuh terlalu awal dari titik seharusnya aku menyerah.

Aku menampungnya pada sakuku, lelah yang jatuh bukan pada jarak dan waktu, melainkan pikiranmu. Mungkin kau mau menyimpannya, tuan?"






rumit

kamu menahan toreh lukamu sendiri dengan mendiamkan tanya, memutuskan asa, menenggelamkan harap, melepas genggam, merobek gelak tawa, dan membentuk simpul melengkung senyum jatuh diarak rintik bola mata menggelayut jatuh ke tanah, dan pecah, dariku.

lalu rumit mana lagi yang kamu pilih untuk menjatuhkan aku dari enggan untuk berhenti berjuang, tuan?