Jumat, 31 Agustus 2012

berkemas


seorang wanita di sudut ruang,
sibuk membuka lemari penyimpanannya,
menurunkan janji janji dari gantungan,
mengeluarkan kata kata tersimpan,
melipat memori memori usang,
mengemasnya dalam sebuah koper tua.
beranjak dengan langkah tergopoh gopoh.
meninggal reruang suram pada lalunya.
lalu membakar setapak di belakangnya,
agar tak lagi tersesat, pada jebak yang sama.



Senin, 13 Agustus 2012

biru kelabu - abu membiru

adam membiru.
bibirnya kaku.
lidahnya kelu.
hatinya bisu.
dingin ini menusuk rusuk kosongnya hingga lebam.
menyisa ruangan hampa dalam rongga jantungnya.

"kita masih punya waktu?" tanyanya.

hawa mengabu.
matanya berdebu.
telinganya menyemu.
hatinya membeku.
panas ini menyundut tabahnya menjadi amarah.
menyisa lubang hitam dalam rongga dadanya.

"tidak. kau menghamburkannya. kita terlampau kadaluarsa." lirihnya, pilu.


Minggu, 12 Agustus 2012

cuaca pada langit kita

semesta berangin.
hati membiru dingin.
kita muluk muluk pada ingin.
sehingga muak karna tak ada yang juga ter-amin.
lalu kecewa merimbun beringin.
menjadi butir butir impian miskin.

semesta mendung.
hati mengabu limbung.
kita dua orang kembung,
terlalu banyak menelan janji tertabung.
lalu muallah terisi bohong pada lelambung.
ia terlunta, kecewa dan berkabung.

semesta panas.
hati kering meranggas.
kita menyisa hitam ampas,
menunggu menjadi memori terkelupas.
lalu hilang terbang ringan seperti serat kapas.
saling melupa, asing dan lepas.

Sabtu, 11 Agustus 2012

hutan kecil pada hatimu


pagi masih terlalu dini. matahari masih terlalu pemalu. awan masih menyelimuti langit membiru.
rumput masih basah. dedaun masih mengembun dingin. pepohon masih menyaring berkas cahaya matahari.
gaun putih. kaki telanjang. rambut setengah basah. dan seorang gadis tergopoh gopoh berlari membelah pagi.
napasnya tak teratur. jantungnya berdebar lebih cepat dari derap langkahnya. keringat menyusuri setiap lekuk tubuhnya, deras seperti rasa gemas yang menguasai tubuhnya.
gadis ini berlari sekuat tenaga. kaki telanjangnya ia hempaskan begitu saja pada rerumput lembab. rambut terurainya ia biarkan terdesak angin pagi menggigil. matanya fokus mencari celah pepohon yang memungkinkannya keluar dari hutan ini.
ia benci tempat ini. pohon pohon menjulang hanya menutup hangat matahari. daun daun basah hanya menampung air mata air mata penghuninya. rerumput lembab ini hanya membuat rusuknya semakin dingin.
ia berlari lebih cepat. ia tidak ingin terjebak disini terlalu lama, tersesat dan menjadi penghuni hutan ini, hutan berisi langit mendung, berpenghuni gadis bermata sembab.
ia terus berlari, meski lelah sudah membiru di permukaan tubuhnya.
ia berusaha mencari tempatnya terjatuh pertama kali di tempat ini. di suatu senja yang menyimpan rahasia. di suatu sudut hutan ini, tempat semua gadis tak tahu apa apa dibuang langit hangat dan disesatkan pada dingin hutan sepi.
ia dulu mengira ini bukan tempat yang buruk. dijatuhkan langit dengan bekal mawar berduri segar, yang pada akhirnya deduri itulah yang menusuk dirinya sendiri. ia dulu mengira ia bisa bertahan dengan tabahnya, yang pada akhirnya lelah dari tabah itulah yang memukulnya babak belur berair mata. ia dulu mengira ia bisa keluar dari hutan ini dengan mudah, namun bagaimana bisa jika setiap jengkal hutan ini menariknya paksa untuk mencandu memori terus menerus hingga mabuk?
ia terus berlari.
mencari jalan keluar,  terbebas dari hutan kecil pada hati lelaki-nya.

cetak buram lalu

boneka hitam putih berdebu di sudut kamarku matanya sayu seperti dua pupilmu bertahun tahun lalu.
dan lebam lebam amarah tidak akan kadaluarsa menyusul kita yang hilang termakan jarak dan waktu.
ia tetap disini, dirongga dadaku terdesak, menyesak, rusak.
ia tetap disini, mengulang kita yang enyah seperti sampah.

kamu adalah tabu, debu, menggerogoti bayangan cerminku.
kamu sudah tamat menjadi sesal yang tak juga lumat.

babak yang paling ingin dikubur,
sepotong scene yang paling ingin dibakar,
separagraf cerita yang paling ingin dihapus,
terlalu kelam,
terlalu suram,
terlalu menyisa bungkam,
terlalu susah redam,

jika aku sudah mati pada permainan kita sendiri,
bisakah kau menyusul pada kematian kematian selanjutnya, tuan?



impas

Senin, 06 Agustus 2012

dream

kamu tidak akan ada disini.
seorang perempuan menunduk lesu mengamati retakan tanah kering yang dipijaknya. ia bermimpi terlalu jauh belakangan, imajinasinya dilambungkan harap dan berputar hingga membuatnya mual, muak.
perempuan itu mengamati sepasang kaki lain yang tiba tiba ikut menjenjak tanah yang sama di lingkar pandangnya.


kamu tidak akan ada disini. | tapi nyatanya sekarang aku disini.

perempuan itu tertegun. pandangannya menengadah. lelaki di hadapannya memandang matanya dalam dalam, dengan garis bibir datar.
kamu tidak mungkin. | aku mungkin. dan ini aku.
kamu tidak aku kenal, enyahlah. | coba lepas egomu. aku ini kau kenal baik baik. biarkan aku mendekat.
kamu tidak boleh mendekat. | coba lepas egomu. aku ini masih kau sebut dalam harapmu untuk mendekat.
aku bahkan tidak ingat siapa kamu. | kamu tidak pernah lupa siapa aku, kau hanya berusaha keras lupa.
tidak. aku tidak gagal. | kau gagal. kau terus mencoba untuk lupa, dan gagal.

perempuan itu mempererat lipatan tangannya.
aku membencimu. |  tidak. kau hanya berusaha membenciku.
aku muak melihatmu disini. | tidak. kau suka melihatku disini. berpijak pada tanah yang sama, janjiku dulu.
aku lupa janjimu. pulanglah | tidak. kau tidak lupa apapun. tahanlah aku, aku dengar suara bergema dari ronggamu.

perempuan itu menutup rongga dadanya yang terbuka.
kamu tidak pernah tau apapun tentang debar rongga nanar ini. kamu hanya tau debarmu sendiri. 


perempuan itu menghela nafas. pandangannya menangkap kosong di hadapannya. penyangkalannya hanya menambah udara disekitarnya menyempit, sesak.

aku terlampau jatuh. maukah kamu menarikku lagi?
aku terlampau lelah. maukah kamu membuang kata menyerah?
aku terlampau menunggu. maukah kamu tetap disini?


lelaki itu diam. tersenyum menang.

aku tidak akan menarikmu, membuang kata menyerah, pun tetap disini.
lelaki itu diam.
aku akan pulang. jaga dirimu baik baik.
lelaki itu diam. lalu hilang. dimakan keterjagaanku dari tidur panjang, mimpi.

Sabtu, 04 Agustus 2012

gladiator langit

kita bergerak melambat mengikuti putaran jam yang kehabisan daya
dada kita sama sama berlubang dan terluka
wajah kita sama sama penuh peluh dan lusuh
badan kita sama sama memar keunguan
langkah kita tertatih melewati pelangi
meninggalkan jejak kotor pada lelantai langit
menyebrangi awan harap yang terputus putus karna rintik bola mataku
kita saling menusuk sepi masing masing
mematikan satu sama lain
kelelahan
dan disudut langit kali ini aku membiarkanku terjatuh lebih dahulu
terjatuh karna kehabisan asa untuk menusuki lelah
harus ada yang mati dalam babak ini
dalam gladiator langit sepasang adam dan hawa yang mengais harap terlalu banyak pada impian
harus ada yang mati dalam babak ini
agar seorang bisa turun memijak tanah, dan menamatkan cerita bersambung yang terbuat
harus ada yang mati dalam babak ini,
biar aku yang jatuh, agar segala susah ini tamat



ditulis bersama Infidel Castratie - Tika and the Dissidents .

Jumat, 03 Agustus 2012

untuk semesta pada matamu

sejumput surat ini terkirim setelah keributan kecil antara tuan otak dan nona hati yang menguasaiku.

 tuan otak bersikeras acuh padamu. entah. sepertinya ia muak, dan bersedih pada nona hati yang terus menerus tergerus kamu. tuan otak ini memagarku bersama ego dan lelahku untuk menyerah padamu.
sayangnya sore ini ia kalah, lalu ditelanjangi nona hati untuk menulis ini padamu.

sementara nona hati tak sabaran sejak pagi. ia cemas bersama aku yang tak bisa menahan diri untuk ikut mengirim doa padamu. entah berapa sabar yang nona hati telan, bahkan disaat ia memar memar, ia masih fasih mengingatmu dan segala bulir memori sekejap yang kau sisakan untuk kami lantunkan pada doa terucap.
seharusnya kami tak usah cemas. ada setumpuk percayaku pada bintang di matamu. entah. segala ceritamu tentang semesta yang ada di hadapanmu, bintang bintang di matamu, aku tau betul tidak salah menaruh seluruh percayaku padamu, kamu akan menjadi orang besar pada semestamu sendiri.
semoga sekeranjang semangat lalu masih kau simpan dalam bungkus bekalmu menuju semestamu. dan doa yang tak sia pada pagi soreku yang dikabulkan tuhan menjadi hadiahmu hari ini. meski mereka mungkin sudah usang dan lapuk menyusul kadaluarsa pada kita.

jangan redupkan bintang bintang di matamu. aku percaya merekalah yang membawamu pada hadiahmu sekarang. apapun yang terjadi. biarkan mereka menuntunmu pada gulita semesta yang baru kau ciptakan, setelah doaku lelah mengiringimu.

tuan otak dan nona hati kini resah. terlalu banyak yang tidak tersampaikan, atas luka, lelah, kesia siaan, dan debar yang tak juga mati setelah kau jatuhkan.
tuan otak dan nona hati kini hanya bisa menatap dari kejauhan, membiarkan kita mengulang kebiasaan untuk terbiasa tidak bersama. mengulang kebiasaan untuk terbiasa mati rasa dan menjadi asing untuk masing masing kita.

secangkir senja yang resah

cangkir kopi sore ini kental sekali,
terlalu banyak kata yang tidak terucap terseduh di dalamnya,
mengendap di dasar cangkir, dan  ku teguk hingga habis menjadi resah dalam kerongkonganku.

cangkir kopi sore ini pekat sekali,
terlalu banyak keributan dalam diri, otak dan hati yang mengampas menjadi hitam,
mengambang di permukaan kopi, dan ku sesap hingga larut menjadi resah yang semakin besar bersarang dalam tubuhku.

resah ini menyeruak.
diantar emosi dan sisa merah di rongga dadaku yang kau rusak.