Sabtu, 23 Februari 2013

gudang

pagi ini saya duduk berlama lama di gudang.
mengamati kardus kardus dan tumpukan barang barang di setiap sudut ruangan.
barang barang itu bukan cuma sudah tidak dipakai, beberapanya hanya disimpan karena tidak cocok lagi diletakkan di luar, beberapanya juga disimpan karena penuh; tidak ada tempat baginya di luar.
barang barang ini hanya melewati masa sortir, penimbangan dimana seharusnya mereka diletakkan.
barang barang ini juga tidak dibuang, hanya dipilih untuk disimpan dan disisihkan, meski beberapanya bukan tidak mungkin memiliki kenangan, dan memiliki masanya sendiri berada dalam pilihan dimana mereka dipertahankan di luar; tidak dikemas lalu menjadi onggokan di ruang peyimpanan.

lalu satu yang melintas di kepala saya;
bukankah hati itu sebuah rumah, dengan gudang di dalamnya?
rumah tidak mungkin memiliki semua perabot yang penuh berjejalan di ruangan ruangannya.
rumah butuh kelapangan, oleh karena itulah kita sebagai pemilik melewati masa memilih, dan memilah, mana yang masih ingin dipajang di luar, mana yang harus disingkirkan; disimpan.
bukan karena tidak memiliki kenangan, tapi karena waktu membawa pada perputaran, dimana perubahan adalah mutlak, dan diatur oleh semesta, diinginkan ataupun tidak.
dan kesalahannya ialah; saya bukan orang yang pandai memilih, memilah, mengemas.
rumah ini sekarang penuh sesak dengan segala perabotnya yang menghimpit saya satu persatu hingga sesak.
sementara gudang kelaparan, kosong, tak terjamah atas dasar egoisme yang membunuh saya perlahan lahan.


saya butuh ruang yang lebih luas,
tuhan.
karena saya benci gudang; tempat dimana kenangan kenangan diendapkan,
lalu tuhan tertawa keras, dan menolak permintaan saya enggan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar