Minggu, 27 Desember 2015

jungkat-jungkit

layaknya kehidupan adalah perjalanan panjang,
berisi keterjebakan manusia pada;
kematian, dan kehidupan
perpisahan, dan pertemuan
kesedihan, dan kebahagiaan.
dosakah manusia untuk larut pada satu perhentian;
terjebak ia pada lelah dan istirahat panjang.
padahal waktu adalah penggerogot kehidupan,
berlari ia mengejar siapa yang tenggelam dalam diam,
bukankah kelam melahirkan binar riang diam-diam,
ataukah manusia yang mendamba pesakitan?

sementara hidup berisi sendu dan senang bergantian,
merakit jauh ia berlayar patuh,
dan bukankah kesepakatan tuhan;
gelap dan terang beranak pinak mereka menjadi jurang dan bukit kehidupan.
berpasangan mereka,
dan tak satu dari mereka bisa diberhentikan.

lalu haruskah,
manusia menyimpan hatinya untuk tak larut pada satu diantaranya,
karena waktu menolak kekal,
karena tawa melahirkan tangis kelam,
karena senang melahirkan sendu muram,
dan beranak pinak mereka menjadi pengulangan.

lalu haruskah,
manusia menjadi mati rasa akan pelayaran jauhnya,
bukankah,
waktu tak akan tinggal dan diam?
bukankah,
kita selalu tergesa untuk sekedar menikmati pemberhentian?
bukankah,
tuhan serakah meninggalkan manusia untuk selalu resah?

dan bukankah,
manusia menjadi budak dengan kebingungan panjang?
dan teman manusia hanya kehampaan di antara ombak dan laut tenang perjalanan?
layaknya kehidupan adalah perjalanan panjang,
bukankah kehidupan adalah kejahatan?
dan kita,
terjebak pada permainan tuhan?

Rabu, 09 Desember 2015

titik

seperti geming telfon tak bersuara ia diujungnya,
padanya kah menggantung jawab akan hening yang tak kunjung bersautan?

seperti daun daun layu yang berserak diantara mekar rekah kita,
pada ia kah kematian kita terasa mengabu untuk dikubur?

seperti riak riak kecil mengecoh ombak pada lautan kita,
padanya kah layaran ini terasa tersesat dan tak mengujung?

seperti hujan rintik pada sepenggal lembaran langit cerah,
pada ia kah genggam kita melapuk renggang melembab tanya?

seperti seonggok pensil kayu berjamur pada buku tebal kita,
padanya kah cerita ini mengabu untuk dirajut dan ditutup?


pada ke antah berantahan tuju,
pada alun gramaphone yang semakin mengalun hening,
pada debu dan sarang lelaba memenuh ruang bincang,
pada diri yang mengering satu sama lain,

beristirahatlah kita dengan tenang,
bersama peti kemas berisi raung, senang dan bimbang,
beristirahatlah,
berpulanglah,
pada tuju masing-masing,
tanpa perlu mengasing,
dengan tenang,
dalam diam.
melepaslah,
segala peluh dan kesah,
berpulanglah,


kita.

Jumat, 30 Januari 2015

Terkadang melepaskan begitu melegakan.
Keluar dari perangkap akar akar merumit kepala,
berjalan sendirian menyambut gelombang ombak tinggi yang membawamu ke keterdamparan antah berantah yang sunyi.
Menjadi entah yang asing.

Bukankah manusia lahir hidup dan hilang seorang diri, bersama angin?

Kamis, 01 Januari 2015

kelana

ceritakan tuan,
pada kelanamu yang mengabut gelap pada pandangku,
ceritakan aku tanah berwarna apa yang kau pijak,
langit seperti apa yang memayungi jalanmu,
segala kerikil dan bebatu yang kau lompati,
hewan hewan kecil,
rerumput dan jembatan,
angin yang membawamu pada keterdamparan jauh,
yang tak dapat ku rasa jejak remahnya saat kau tiba,
sebab kehilangan terisap begitu tajam pada kepulanganmu,
dan sajak sajak menua dan mati di beranda,
layu menyambutmu.

ceritakan tuan,
karena tak ada cerita yang bisa ku bagi pada tungguku,
hanya kertas kertas penuh dengan asa merenggang peluh,
jejak jejak dingin berdebu pada geming hening,
dan rongga dada penuh yang terasa semakin menenggelamkan aku pada entah yang dalam.

karena pada padu yang dulu,
dan temu yang kini semakin mengabu,
genggam mengerat entah terasa seperti jatuh pasir menderas debu,
lalu genggam ini kosong,
menggema mencari lalu,
yang terlalu jauh terbang pada pacu lari kelanamu.