Sabtu, 21 Mei 2016

Langit dan Laut

Menjadi pasir tuk kau genggam dengan erat,
meski tercecer dari khilaf jarimu merapat,
tak mengapa,
karena bersama kamu harus merupa laut,
menjadi tenang dalam debur ombak,
berenang melawan arus rasa menyesak,
menjelma menjadi senja yang berusaha tak meledak,
meranum tanpa bisa teraih riak laut mendebur,
berusaha tak hilang bersama waktu yang mengabur,
menjelma kisah tak rangkap yang malu-malu diretas rasa tak akur.

Rabu, 18 Mei 2016

Menyimpan Tanya

Kita, dan langkah yang berusaha tak tergesa.
Menyimpan kapan, apa, mengapa dan bagaimana.
Berusaha menjalin rutin, dengan ketabahan tuk tidak mengasing.

Apa kah kita cukup dahaga, tuk saling mengisi periuk sepi masing-masing?
Apa kah kita cukup kelaparan, tuk saling menyuapi kehampaan masing-masing?
Apa kah kita cukup saling terluka, tuk saling mengobat, menjadi lekat, tanpa terjebak dalam lelangit pengap?

Apa kah, kan berakhir sebagai simpanan tanya?
Dan kita hanya dua yang mengikuti waktu dan angin berlari,
berusaha tak menjadi misteri, meski tak tau cuaca esok hari.

Sabtu, 07 Mei 2016

Dua yang Ganjil

Pada senja yang ganjil,
di hari yang terlalu padat untuk dihabiskan,
terlalu lengang untuk dirasakan.
Pada sebuah kedai tak asing,
di waktu yang terlalu terang untuk diramaikan,
terlalu temaram untuk dibubarkan.

Tersimpan dua di antara sekian.
Menyendiri dalam bingar tak hingar, sepi tak sunyi.
Larut dua dari mereka dalam hening masing-masing,
seolah diam tak habis dikulum, lamun tak lepas diurai dari kusut.
Percakapan tak lahir sore itu,
terlalu prematur,
sementara tumpuk tanya tak lengkap tak ingin hidup dalam inkubasi,
atas dasar keterburuan waktu.

Dua yang tak saling tahu,
terlalu sibuk tuk sekedar merapat,
terlalu singkat tuk mencari cara merekat.
Dua yang bingung menamakan,
saling mencari dalam keserakahan tahu satu dan lain,
menjadi cerita yang gagap untuk dituliskan,
menjadi langit dini hari yang dingin dengan ribuan kemungkinan.

Dua yang menebak makna atas ketetapan dan jalan,
lahir dari ketidak sengajaan,
tumbuh perlahan dari cakap diam-diam,
besar dan dewasa dalam penantian;
dengan segala harap akan pengulangan senja yang genap,
rapat dan rekat,
di sebuah kedai tak asing,
tanpa harus mengulang asing.

Minggu, 01 Mei 2016

Tanpa Laku

Menjadi laut tenang.
Menjadi riak-riak kecil yang pasrah dihempaskan kemana angin bertiup.
Menjadi kapal kecil yang tak berlayar, 
hanya menjangkar pada dasar lautan tak bernama,
menikmati tarian ombak.

Menjadi langit pukul tiga.
Menjadi titik tak siang juga tak sore,
tak terik juga tak teduh.
Melayang di antara awan angan dan nyata daratan,
menjadi penikmat tanpa laku dan hasrat.

Menari tanpa iringan musik.
Membaca tanpa barisan kata dalam buku.
Melangkah tanpa tuntunan peta.
Menjadi jeda, tak membuah kata, tak menutup barisan menjadi titik.

Aku,
dan sikap tuk tidak berlaku.
Menjadi asing di antara lalu lalang pinggiran jalan.
Menjadi asap tembakau di antara kumpulan percakapan.
Belajar tuk tak memilih, melepas, maupun menunggu
.
Menjadi laut tenang pukul tiga yang mengisi ingin menjadi penuh.
Menjadi diri yang mengutuh.