Para penyair sibuk menoreh lukanya untuk dituang menjadi puisi terbaik mereka
Para hati sibuk mencuci rindunya pada genangan genangan hujan di teras mereka
Tersebutlah seorang gadis yang sibuk bersembunyi di tirai duka,
seolah jerat muramnya begitu dalam
Sibuk ia menyulam kenang menjadi beribu paragraf panjang
Melupa ia pada rekah matahari di pelataran rumahnya
hidup ia pada pelarian-pelarian suram tanpa jawaban
Padahal sudah hampir mekar semaian sedihnya membuah langit cerah
Atas nama pecandu sendu, sampai kapan kan dikarang cerita keterjatuhan dan ketersesatan malam?
Sementara semesta terus berputar,
dan jawaban sudah dihadiahi tuhan
Kepada limbungmu, gadis penikmat luka
Melepaslah dan melangkahlah
Merebahlah dan menetaplah
Pada kebun semaianmu beratap lelangit biru
Kuburlah segala ragu pada aroma baru
Karena di luar hujan tak terus deras semalaman
Karena penyair tak mendamba luka tuk meramu karangan
Karena terasmu tak lagi hujan,
beranjak lah
seolah jerat muramnya begitu dalam
Sibuk ia menyulam kenang menjadi beribu paragraf panjang
Melupa ia pada rekah matahari di pelataran rumahnya
hidup ia pada pelarian-pelarian suram tanpa jawaban
Padahal sudah hampir mekar semaian sedihnya membuah langit cerah
Atas nama pecandu sendu, sampai kapan kan dikarang cerita keterjatuhan dan ketersesatan malam?
Sementara semesta terus berputar,
dan jawaban sudah dihadiahi tuhan
Kepada limbungmu, gadis penikmat luka
Melepaslah dan melangkahlah
Merebahlah dan menetaplah
Pada kebun semaianmu beratap lelangit biru
Kuburlah segala ragu pada aroma baru
Karena di luar hujan tak terus deras semalaman
Karena penyair tak mendamba luka tuk meramu karangan
Karena terasmu tak lagi hujan,
beranjak lah