Jumat, 31 Januari 2014

ramai pasar, dan kita; berdua

lari lari kecil anak anak berbaju kebesaran, dengan tapak kaki telanjang, menyeka ingus yang dilelehi bau matahari siang
lalu lalang ibu ibu berkeringat dengan tangan menjepit dompet dengan receh uang mengintip di sela sela jahitannya, yang sesekali berhenti di tiap persinggahannya, menawar barang semurah harga kebebasan zaman sekarang
sementara para pedagang sibuk mengipasi pancing pancing uangnya; sayur sayur hijau yang layu, ikan dan bongkah bongkah daging yang menunggui nasib terbeli dengan uang atau dicuri kucing dan anjing jalanan
suara becekan terpijak,
suara lalat lalat mendengung,
para manusia manusia yang sibuk memenuhi hajat hidupnya masing masing,
dan kita yang tersesat diantara kerumunan ramai.
terdistraksi keramaian dari satu panggung ke panggung dagangan yang lain,
berusaha fokus pada tujuan, lalu terbawa arus dan timbul hilang,
sementara rasa sudah disalah artikan sebagai dagangan,
mengikuti arus pasar,
seperti timbang besi yang harus impas antara lalu dan kini,
saat kepala kita dipenuhi logika yang menuntut pembalasan,
agar impas katanya,
mungkin nyeri dada kita menuntut kelegaan yang sama, katanya,
mengikuti arus pasar,
saat sakit kau buat layaknya untung dan rugi,
dan kita yang terlalu lama terombang ambing pasang pasar,
menakar rugi saat sakit yang pernah kita telan tak imbang,
mencari untung rasa seperti barang dagangan.
mungkin kita sudah terlalu jauh,
terbawa,
arus pasar,
dan lupa jalan lengang pulang.



terbawa keramaian pasar, kataku.
terlalu banyak distraksi, katamu.
kita hilang perlahan, katanya.




Jumat, 17 Januari 2014

tanpa judul

kamu hilang dalam keterasingan kata yang entah.

ku lempar kailku dalam-dalam,
menjala ia pada dua matamu;
tapi tak ku temukan kamu meringkuk di situ.