Rabu, 27 Februari 2013

stasiun dan kereta tua



aku kereta tua yang lelah berputar mengelilingi kota,
lelah mengikuti takdir rel rel besi yang mengikatku menuju pertemuan pertemuan kesekian,
kamu tahu,
manusia tak bisa menolak pertemuan,
pun memilih dengan siapa dia diberhentikan.
dan aku lelah berbenti di stasiun stasiun yang salah.
stasiun sepi dengan dinding dinding dingin yang acuh.
kamu tahu,
manusia tak bisa menolak pertemuan.
tapi ia bisa memilih untuk bertahan berlama lama pada satu pemberhentian.

dan dititik ini rel semesta menuntunku untuk berhenti di kamu.
entah stasiun ke berapa yang menjadi tempat singgahku, menaruh lelah dan mengisi hangat.
entah stasiun terakhir atau bukan,
tapi kereta ini berhak memilih untuk singgah lebih lama,
karena tau stasiun ini menunggu dengan tabah dan siap menjadi pengobat lelah.

Sabtu, 23 Februari 2013

gudang

pagi ini saya duduk berlama lama di gudang.
mengamati kardus kardus dan tumpukan barang barang di setiap sudut ruangan.
barang barang itu bukan cuma sudah tidak dipakai, beberapanya hanya disimpan karena tidak cocok lagi diletakkan di luar, beberapanya juga disimpan karena penuh; tidak ada tempat baginya di luar.
barang barang ini hanya melewati masa sortir, penimbangan dimana seharusnya mereka diletakkan.
barang barang ini juga tidak dibuang, hanya dipilih untuk disimpan dan disisihkan, meski beberapanya bukan tidak mungkin memiliki kenangan, dan memiliki masanya sendiri berada dalam pilihan dimana mereka dipertahankan di luar; tidak dikemas lalu menjadi onggokan di ruang peyimpanan.

lalu satu yang melintas di kepala saya;
bukankah hati itu sebuah rumah, dengan gudang di dalamnya?
rumah tidak mungkin memiliki semua perabot yang penuh berjejalan di ruangan ruangannya.
rumah butuh kelapangan, oleh karena itulah kita sebagai pemilik melewati masa memilih, dan memilah, mana yang masih ingin dipajang di luar, mana yang harus disingkirkan; disimpan.
bukan karena tidak memiliki kenangan, tapi karena waktu membawa pada perputaran, dimana perubahan adalah mutlak, dan diatur oleh semesta, diinginkan ataupun tidak.
dan kesalahannya ialah; saya bukan orang yang pandai memilih, memilah, mengemas.
rumah ini sekarang penuh sesak dengan segala perabotnya yang menghimpit saya satu persatu hingga sesak.
sementara gudang kelaparan, kosong, tak terjamah atas dasar egoisme yang membunuh saya perlahan lahan.


saya butuh ruang yang lebih luas,
tuhan.
karena saya benci gudang; tempat dimana kenangan kenangan diendapkan,
lalu tuhan tertawa keras, dan menolak permintaan saya enggan.


Selasa, 19 Februari 2013

tanpa judul

jangan ragu,

tuhan masih menyimpan skenario terbaik untuk setiap ruam ruam ketidak adilan yang kita pertanyakan, tuan.

Senin, 18 Februari 2013

fase



dari berbagai cerita sepenggal sepenggal tuhan menitipkan pesan, untuk belajar merasa firasat alam dengan lebih peka, menimbang rasa abstrak dengan akal, mengunyah pahit realita tanpa mengernyit dahi, melubangi hati dan memupuk luka sendiri.
dari berbagai cerita sepenggal sepenggal tuhan memberi pelajaran, untuk berteman dengan waktu hingga tahu kapan saat yang tepat untuk berkemas, memungut mimpi dan menyimpan harap pada koper koper penyimpanan. menyudahi perjalanan. belajar melepas dan melupa.

dan saya terlalu sibuk meringkuk dalam sudut gelap cerita.
lupa bahwa tuhan juga mengajarkan membunuh suram, melipat muram, dari lenganmu yang merentang lebar menjadi pengobat.
saya lupa cara menaruh lelah dan memasang binar, setelah lama berjalan, meluka dan mengobat sendiri. lalu serta merta, menolak semburat merah jambu dengan menumpuk selimut selimut ragu, mengubur benih kupu kupu yang mulai menggesek rongga perut kelabu, menyimpan hati hati-hati dalam palung paling tak terjangkau dari yang kamu tau.



dan di fase ini,
satu yang belajar untuk tidak saya lupa, dari berbagai cerita sepenggal sepenggal yang diciptakan tuhan;
untuk berterimakasih pada waktu dan semesta,
dengan menerima segala konspirasi baiknya: yang mewujud kamu.

Sabtu, 16 Februari 2013

-asing-

gravitasimu belum juga habis.
cerita menjadi semakin miris.
tuhan menulis skenario kita menjadi kisah ironis.
gravitasimu belum juga habis.
debarku mengunyah dirinya sendiri hingga menipis.
meninggalkan nyonya hati yang meringis.
gravitasimu belum juga habis.
harap dimakan waktu tergerus, terkikis.
kita berubah menjadi dua tokoh tuhan yang tragis,

saling melempar senyum asing, antagonis.

manusia

kita sadomasokis untuk diri kita masing masing.
saling menjatuhkan diri pada lubang lubang luka dan tenggelam di dalamnya.
menikmati rintih,
menikmati lara,
terus terjatuh,
dan berharap hati membuat imunnya untuk menolak sakit yang sama,

..manusia :)

Selasa, 05 Februari 2013

tanpa judul

jangan terburu buru jatuh,
karena kaki saya masih sibuk menghindari pecahan nyata,
jangan terburu buru jatuh,
karena tangan saya masih sibuk menghalau realita,
jangan terburu buru jatuh,
karena mata saya masih sibuk memburamkan cerita,

jangan terburu buru jatuh,

saya masih sibuk menikmati semua lara ini, tuan.